Biara yang Terbakar di Papua adalah “Saksi Bisu” Misi Gereja
JAYAPURA, Papua (UCAN) — Umat awam di Propinsi Papua yang menganggap sebuah biara sebagai “rumah mereka” juga selama lebih dari 40 tahun merasa sedih setelah api melalap biara itu baru-baru ini.
Diduga arus pendek memicu kebakaran yang terjadi 13 Agustus pagi hari di biara para imam Ordo Salib Suci di Agats tersebut.
Menurut Pastor Charles Loyak OSC, yang tinggal di sana, umat awam setempat bergegas menuju biara setelah melihat api membakar biara itu. Salah satu dari mereka, Aloysius Sosokcemen, menangis karena biara itu sangat berarti bagi dia, kata imam itu kepada UCA News, 3 September.
Ia mengulangi kata-kata Sosokcemen: “Dari rumah ini kami mendapat banyak pegangan hidup, pegangan etika dan moral, dan latihan kepemimpinan yang sungguh berguna dalam hidup dan tugas saya sebagai kepala kampung.” Imam itu juga menceritakan bahwa pria awam itu mengatakan kepadanya bahwa gedung yang terbakar itu menjadi kenangan bagi dia saat mengikuti retret, rekoleksi dan kursus pelatihan kepemimpinan.
Sambil mengenang kejadian itu, Pastor Loyak mengatakan: “Pada pukul 7.00 WIT penghuni rumah sedang sarapan di kamar makan yang letaknya tidak jauh dari kamar tidurku. Kami berusaha ke arah kamar tidur dan ketika membuka pintu, terlihat nyala api pada stavol dan seketika itu juga lampu listrik padam dan api mulai berkobar ke seluruh kamar.”
Penduduk setempat segera datang untuk menyelamatkan barang di rumah itu, ”namun mereka hanya bisa menyelamatkan barang-barang seperti tiga unit komputer, dokumen di sekretariat tentang sejarah berdirinya misi OSC di tanah Papua khususnya Agats sejak tahun 1958, sebuah televisi, dan kulkas,” lanjutnya, seraya memperkirakan kerugiannya sekitar 4 miliar rupiah.
Biara dua lantai seluas 1.200 meter persegi itu memiliki ruang pertemuan, kantor, kamar tidur, perpustakaan, dan ruang makan. Delapan imam dan tujuh frater tinggal di sana.
Pastor Loyak mengatakan kerugian itu berdampak pada warga lokal. Anak-anak Katolik, orang muda, dan kaum perempuan dari desa terpencil kadang-kadang datang dan tinggal selama beberapa hari untuk rekoleksi dan retret yang diberikan oleh para imam OSC dan imam lainnya, katanya.
Banyak umat Katolik awam yang bekerja di kantor pemerintah lokal dan dewan legislatif datang untuk pembinaan rohani dan pelatihan kepemimpinan di biara itu, tambahnya. “Umat setempat pun menyatakan bahwa rumah ini adalah ‘rumah kami.’”
Selain itu, katanya, biara itu juga berperan sebagai sebuah ”sekolah” di mana warga asing datang mempelajari budaya Asmat. Budaya dan cara hidup mereka sangat bergantung pada sumber-sumber kekayaan alam di hutan, sungai dan laut. Makanan pokok mereka dari sagu, ikan, dan berburu binatang di hutan.
Selanjutnya, biara itu adalah sebuah “rumah misi” yang tidak hanya untuk para misionaris OSC, namun juga “bagi para anggota kongregasi lain, termasuk MSC, Mill Hill dan Meryknoll,” yang berkarya di keuskupan Agats-Asmat, kata Pastor Loyak, mantan pimpinan OSC di Papua.
“Setiap pekan pertama dalam bulan, semua klerus dan biarawan yang berada di keuskupan Agats berkumpul di rumah ini untuk santap malam dan rekreasi bersama. Di sini kami juga saling berbagi pengalaman dalam karya misi Gereja di Asmat. Kami saling meneguhkan, menimba kekuatan baru untuk pergi lagi ke kampung-kampung terpencil untuk mewartakan Injil Tuhan,” kenang imam itu, yang tinggal di biara itu sejak 1988.
Ia menjelaskan kerugian itu tidak hanya karena rumah itu “rumah induk kami, tapi juga saksi bisu misi gereja di Papua.”
Pastor Alphonse August Sowada OSC mendirikan biara yang dari kayu-besi (ironwood) itu tahun 1965, empat tahun sebelum pimpinan OSC itu menjadi uskup Agats-Asmat.
Menurut Pastor Loyak, para pastor OSC sedang merencanakan pembangunan biara yang baru, yang juga dari kayu-besi asli, di lokasi yang sama. Pendanaan diharapkan dari para donatur lokal maupun asing, dan ”pemerintah kabupaten Asmat telah menyumbangkan 50 juta rupiah.”
Untuk sementara, para imam dan frater yang tinggal di biara itu tinggal di wisma keuskupan, sekitar 500 meter dari biara itu.
Uskup Agats-Asmat Mgr Aloysius Murwito OFM, yang berbicara dengan UCA News setelah kebakaran itu, mengatakan wilayah itu tidak ada sarana untuk memadam api.
Komentar Terbaru